Negara Kepulauan Indonesia, yang memiliki 17.508 pulau tersebar 5.100 km sepanjang khatulistiwa, amat kaya dengan potensi sumber daya laut namun juga terancam akibat dampak perubahaan iklim.
Oleh sebab itu, Indonesia dan Dunia berkewajiban untuk membangun sumber daya kelautan Indonesia secara lestari dan dapat meningkatkan kehidupan masyarakat pesisirnya melalui pembangunan Ekonomi Biru (Blue Economy). Di sinilah, kemudian disodorkan beragam pilihan pendanaan biru guna melaksanakan aksi mitigasi dan aksi adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim global.
Itulah kesimpulan Diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu, 29 Mei 2024, dengan tema “Inovasi Pendanaan Biru Di Indonesia”. Berbicara pada diskusi adalah Dr. Tonny Wagey, Direktur Eksekutif Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dan dipandu Direktur CTIS, Dr.Wendy Aritenang.
Potensi sumberdaya laut Indonesia memang luar biasa, demikian Tonny Wagey mengawali paparannya. Sebagai contoh, 2,5 juta hektar terumbu karang ada di perairan Indonesia, mencakup 569 spesies terumbu karang. Sekitar 240 ribu hektar padang lamun (sea grasses) juga ada di perairan Indonesia. Sedang 3,4 juta hektar mangrove, 2057 spesies ikan karang dan 36 spesies mamalia laut, semuanya ada diperairan Nusantara ini.
Kesemuanya merupakan potensi ekonomi biru yang amat besar, namun juga tengah mengalami ancaman kerusakan akibat perubahan iklim seperti pemanasan global yang mengakibatkan mencairnya es di kutub dan naiknya muka air laut. Belum lagi pengasaman air laut yang berdampak pada hancurnya terumbu karang, serta munculnya variabilitas iklim seperti El Nino dan La Nina.
Pada tahun 1980, luas hutan mangrove Indonesia mencapai 4,2 juta hektar, namun pada tahun 2021 tinggal 3,3 juta hektar saja. Begitu pula dengan kondisi terumbu karang Nusantara yang luasnya pada tahun 1999 mencapai 5,1 juta hektar, merosot tajam menjadi tinggal 2,5 juta hektar pada tahun 2018. Ini jelas berdampak pula pada menurunnya stok ikan di perairan Indonesia.
Lewat ekonomi biru, bisa didorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan ekosistem laut dapat tetap terjaga. Tonny menjelaskan bahwa sesuai kajian BAPPENAS tahun 2023, nilai ekonomi biru Indonesia mencapai US$ 280 miliar per-tahunnya dan bisa membuka lapangan kerja untuk 45 juta orang.
Pada tahun 2045 nanti, target kontribusi sektor maritim akan mencapai 15% terhadap PDB, sementara PDB Maritim pada 2021 baru mencapai 7,60 %. Guna mencapai target tadi, diperlukan pola pendanaan APBN dan Non-APBN, mengingat dana APBN yang bisa dihimpun baru mencapai 20-25% saja, berarti harus dicari tambahan dana sekitar 75-80% lagi melalui pola pola pendanaan yang inovatif.
Kebjakan ekonomi biru dan pendanaannya dilaksanakan melalui SDGs Government Security Framework, Kemenkeu (2021) dan juga melalui Blue Financing Strategic Document (2022) yang ditetapkan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Sedang Bappenas menyusun Blue Economy Development Framework (2021), Indonesia Blue Economy Roadmap (2023), Indonesia Blue Finance Policy Note (2022) dan Blue Finance Instruments Development Guideline (2022).
Berdasarkan kebijakan-kebijakan tersebut maka disusun pembangunan ekonomi biru per-sektor, yaitu Pengelolaan limbah/sampah, Perlindungan laut & pesisir dan pemulihan keanekaragamanhayati & ekosistem, Perikanan Berkelanjutan, Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Risiko, Energi Terbarukan, Bioteknologi Laut, Ekowisata Bahari dan Teknologi Laut.
Tonny Wagey menegaskan bahwa dengan adanya kebijakan yang terintegrasi, serta didukung rencana pembangunan sektor-sektor ekonomi biru berkelanjutan, maka instrumen pendanaan biru bisa dimobilisasi, seperti Sustainable Bond (Sovereign) Pemerintah Indonesia sebesar EUR 500 juta, Sustainable Bond (Private) BRI sebesar US$ 500 juta, Samurai Bond Pemerintah Indonesia, sebesar 104 Juta Yen, lalu ada Trust Fund ICCTF, LPMUKP sebesar US$ 18,3 Juta dan Rp329 milyar. Adapula Sukuk Project Based (SPB), Crowd Fundingsebesar Rp30 Juta Per-Kabupaten dan Asuransi Budi Daya Perikanan sebesar Rp1.485 milyar. Tentu, ini belum cukup untuk mendukung pendanaan biru lewat instrumen Non-APBN.
Tonny Wagey menyatakan bahwa dalam waktu dekat segera diluncurkan program-program Pendanaan Biru, seperti Coral Bond dengan pendanaan sebesar US$ 150 juta, Debt For Nature Swab sebesar US$ 30 juta dan Asuransi Parametrik Terumbu Karang yang akan didanai oleh Asian Development Bank dan UNDP.
Para peserta diskusi sepakat bahwa potensi laut Indonesia begitu kaya, namun juga menghadapi ancaman nyata dari perubahan iklim dan dampak antropologis lainnya. Oleh sebab itu, kebijakan Ekonomi Biru, sebagai solusi untuk mencapai keseimbangan dan keberlanjutan antara kelestarian ekosistem laut dan kesejahteraan masyarakat pesisir, perlu diterapkan. Penerapannya dapat melalui inovasi pendanaan biru, seperti Coral Bond, guna memicu investasi dan memutar perokonomian biru di Indonesia secara berkelanjutan.
Guna lebih melibatkan masyarakat, baik domestik maupun Internasional, di pengembangan Ekonomi Biru, maka pada 13 Desember 2024 yad, dalam rangka Peringatan Hari Nusantara 2024, akan digelar International Seminar on Sustainable Coral Reefs 2024, di Manado Sulawesi Utara.
Sumber: https://forestinsights.id/inovasi-pendanaan-untuk-pengembangan-ekonomi-biru-di-indonesia/