Banyaknya tenaga asing yang terlibat dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur mengusik pemerintah untuk mengoptimalkan peran Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang hingga saat ini masih dirasakan kurang efektif perannya dalam pembangunan. Pernyataan ini disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla usai menyaksikan Penandatanganan Nota Kesepahaman antara BPPT, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral dan PT Pertamina di bidang Perencanaan Rancang Bangun Bidang Energi, Senin 10 Agutus 2015. Penandatanganan itu sendiri dilaksanakan di Auditorium BPPT Jakarta.
Wapres mengakui bahwa kurang efektifnya BPPT bukanlah kesalahan dari para pegawai BPPT, tetapi karena pemerintah tidak memberikan arah yang jelas dan efektif, sehingga harus dilakukan perubahan. Sebelum menyampaikan sambutan, Wapres menyaksikan karya dari BPPT, tapi bagi Wapres karya-karya itu telah pernah dilihatnya. Untuk itu, Wapres meminta agar BPPT berkonsentrasi pada rancang bangun.
Kegiatan rancang bangun ini sebagai upaya kita untuk mengurangi ketergantungan dari tenaga asing, seperti yang dilakukan pada beberapa tahun yang lampau. “Dulu mau bikin airport, panggil konsultan Jepang, USA, Perancis. Tidak pernah orang menyebut BPPT, kalau mau sertifikasi baru ke BPPT,” ujar Wapres.
Untuk itu, Wapres meminta kepada peneliti, perekayasa dan juga seluruh pegawai BPPT, baik yang senior maupun yang masih muda untuk mengkaji ulang pengetahuan yang dimiliki. “Sudah berapa yg hangus pengetahuan anda, lakukan refreshing. Kita tidak ingin lagi pengkajian dan penerapan yang tidak jelas,” ujar Wapres.
Di awal sambutannya, Wapres mengatakan bahwa pada hari ini kita hadir dengan tujuan yang sama, sederhana, memajukan negeri ini, memakmurkan negeri ini secara adil. Semua kemajuan dimana pun, banyak caranya, banyak hal-hal yang sama dan berbeda. Suatu negara maju karena kaya sumber daya alam (SDA) seperti Amerika Serikat, tapi Afrika tidak. Negara-negara di Timur Tengah berperang gara-gara memerebutkan SDA. “Kita juga sangat kaya, tapi kita belum semaju negara-negara lain,” ucap Wapres.
Wapres menceritakan kedatangannya ke Singapura untuk menghadiri ulang tahun negara tersebut. Singapura, kata Wapres, merdeka setelah 20 tahun kita merdeka. Di awal kemerdekaannya, kedua negara tersebut memiliki pendapatan per kapita kurang lebih sama. “Tapi hari ini, income per kapita mereka mendekati USD 50 ribu, kita masih USD 3500, Korea juga seperti itu,” ujar Wapres.
BPPT Harus Menjadi Institusi Handal
Lebih lanjut Wapres mengatakan bahwa Singapura tidak memiliki SDA, tapi mereka menerapkan ilmu pengetahuan. Berbeda dengan kita, lanjut Wapres, badan pengkajian di kita hanya mengkaji, belum banyak menerapkan ilmu pengetahuan yang dikaji. “Saya kritik BPPT, bukan karena saya marah, saya ingin badan pengkajian kita maju,” ujar Wapres.
Wapres juga mengkritik lokasi BPPT yang berada di tengah kota Jakarta. Jika ingin BPPT menjadi institusi pengkajian yang disegani, maka seyogyanya BPPT berada di kawasan Puspitek Serpong dimana terdapat laboratorium.
Oleh karenanya tidak heran bila Singapura menjadi sebuah negara yang maju, meski mereka hanya memiliki tanah tandus, tapi mereka menggunakan ilmu dan tenologi dengan benar. Cita-cita Pak Habibie 40 tahun, ucap Wapres, pastilah menginginkan BPPT menjadi badan pengkajian yang handal dan disegani karena penerapan ilmu pengetahuan dan teknologinya. BPPT sekarang sudah berusia 37 tahun, tentu bila pengkajian yang dilakukan dengan benar telah menghasilkan ratusan paten. “Mungkin ada yang sudah mendapat nobel kalau perlu, tapi masih jauh,” ujar Wapres.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo melaporkan bahwa BPPT memiliki 2.437 pegawai, dimana sebanyak 1.451 merupakan lulusan S1, 758 orang berpendidikan S2 dan sebanyak 228 orang merupakan tamatan S3.
Dikatakan Wapres, dirinya senang mendengarkan kekuatan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki BPPT. Tapi, kata Wapres, peranan BPPT masih dirasakan belum efektif. Untuk itu Wapres meminta agar BPPT mengubah semuanya agar menjadi badan pengkajian yang efektif. “Satu bangsa tidak akan maju tanpa dua hal, perencanaan dan teknologi,” ucap Wapres.
Berorientasi Pada Hasil
Wapres mengingatkan bahwa institusi seperti BPPT harus lebih mengedepankan hasil dibandingkan dengan kehadiran di kantor. Bahkan untuk mengatasi ketimpangan tarif konsultan asing dibandingkan tenaga ahli BPPT. “Konsultan asing dikasih perhari USD 100-150, tapi insnyur kita Rp. 100 ribu per hari. Pasti karena itu cari kerja sampingan. Kita harus kerja professional,” kata Wapres.
Untuk mengatasi ketimpangan tarif itu, Wapres mengusulkan agar BPPT dijadikan Badan Layanan Umum (BLU). Dengan menjadi BLU, diharapkan BPPT menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. “Supaya ada hasil, result oriented.” Ujar Wapres.
Untuk mengubah bentuk organisasi BPPT, Wapres meminta kepada menteri-menteri yang hadir, yakni Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo dan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir menemukan bentuk yang tepat bagi BPPT. Bahkan, kata Wapres, untuk mendukung rancang bangun ini, bila diperlukan lakukan kunjungan ke biro perencanaan di Jepang dan Tiongkok. “Di Jepang berbentuk perusahaan, dan di Tiongkok adalah lembaga,” ujar Wapres.
Wapres mengingatkan bahwa pembangunan memerlukan otak (pikiran), otot (tenaga kerja) dan kantang (anggaran). Untuk itu, Wapres meminta agar mulai sekarang BPPT melakukan perencanaan yang baik, evaluasi kemampuan. Bila diperlukan, kata Wapres, lakukan pendidikan dan pelatihan ulang. “Kita ingin pusat otak itu di sini,” kata Wapres.
Teknologi Terus Berkembang
Wapres mengingatkan bahwa teknologi berkembang secepat absolut. Saat ini, kita harus berpikir agar semuanya berjalan secara realistis. “Tidak ada bangsa yang maju tanpa teknologi,” kata Wapres.
Teknologi yang paling cepat berkembang adalah teknologi informasi, setiap 18 bulan berkembang 2 kali lipat. Oleh karenanya, tidaklah heran bila komputer kita makin kecil, makin tipis, makin kuat dan makin murah. Ilmu kedokteran berkembang setiap 3 tahun, sehingga apabila seorang dokter tidak belajar selama 5 tahun, ilmunya hanya tinggal setengahnya karena tidak melakukan pemutakhiran. “Engineering setiap lima tahun. Kalau tidak diperbaiki, hilang ilmu anda,” ujar Wapres.
Wapres menceritakan pengalamannya 25 tahun silam, saat dirinya yang juga seorang pengusaha berinvestasi di bidang telekomunikasi. Saat itu, seorang profesor mengatakan bahwa di masa yang akan datang, semua transaksi ada di dalam genggaman setiap orang. Wapres tidak mempercayainya, dan perusahaannya tetap melakukan investasi triliunan rupiah di sektor telpon yang menggunakan kabel. “Betul, begitu 20 tahun, habis kabel-kabel. “Semua orang menggunakan HP, 20 tahun lalu saya tidak menyadari,” kata Wapres.
Nota Kesepahaman Rancang Bangun
Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo dalam laporannya mengatakan bahwa penandatanganan nota kesepahaman ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden pada sidang kabinet. Program rancang bangun antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Kementerian ESDM itu senilai Rp. 50 miliar. Indroyono menjelaskan bahwa studi kelayakan rancang bangun ini diperlukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Sumber: https://www.wapresri.go.id/libatkan-bppt-pada-rancang-bangun/