Akhir akhir ini terbetik berita tentang harimau yang menerkam warga Siak, Provinsi Riau. Ada juga berita pekerja perkebunan sawit di Riau tewas diterkam harimau. Ada lagi berita tentang seorang perempuan di Riau diterkam harimau dan badannya diseret ke perkebunan hutan tanaman industri.
Manusia dan harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), sama-sama berebut lahan untuk hidup. Konflik ini perlu diredam. Perlu dikaji kebijakan jangka pendek hingga jangka panjang agar lahan dapat berproduksi dan habitat harimau Sumatra bisa tetap lestari.
Dalam diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu, 2 Oktober 2024, ahli lingkungan hidup, Dr Dian Novarina memaparkan tentang “Upaya Meredakan Konflik, dan Meningkatkan Ko-eksistensi Manusia & Harimau Sumatra”. Diskusi dipandu Dr Agustan, Ahli Penginderaan Jauh BRIN.
Doktor Alumnus Universitas Indonesia dan Master lulusan ITC-Enschede, Netherlands itu memprakirakan bahwa jumlah harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) tinggal 300-400 ekor saja.
Harimau Jawa sudah punah. Di Jawa tinggal ada Macan Tutul dan Macan Kumbang saja. Dian Novarina menyampaikan bahwa dalam upaya memantau harimau Sumatra, khususnya di Provinsi Riau, telah digunakan teknologi satelit penginderaan jauh. Data lalu dihimpun dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) dan beberapa harimau Sumatra yang ditangkap kemudian dilepas kembali ke hutan dengan dikalungi peralatan sistem monitor yang langsung dipantau dari Satelit Global Positioning System (GPS). Tidak lupa pula, dipasang kamera infrared dibeberapa tempat untuk memotret harimau yang lewat.