Pemanfaatan Teknologi Untuk Redakan Konflik Manusia VS Harimau Sumatra

Hasil kajian Dian Novarina, khususnya di wilayah Semenanjung Kampar, Kabupaten Siak, Riau, selama 30 tahun terakhir, hutan alam di Semenanjung Kampar berkurang luasannya. Dari 732.895,30 hektare (ha) pada tahun 1990, menjadi 433.385,20 ha pada tahun 2020.

Sebaliknya, areal non-hutan alam bertambah dari 4.292,40 ha di tahun 1990, menjadi 294.792,48 ha di tahun 2020. 

Pada perjumpaan dengan harimau Sumatra di 114 titik di Semenanjung Kampar, tampak bahwa harimau Sumatra lebih suka menghabiskan waktunya di hutan alam. 

Harimau-harimau tadi menetapkan batas wilayah habitat mereka lewat urine harimau yang disebar pada beberapa pohon di hutan.  Setiap harimau memiliki wilayah habitatnya sendiri.  Harimau ini memangsa hewan lain yang masuk ke wilayah habitatnya, seperti  Rusa Sambar, Beruk dan Babi Hutan. Fenomena konflik banyak terjadi di wilayah sekitar kawasan tepi hutan alam, mengindikasikan potensi keberadaan hewan mangsa tadi yang relatif lebih menyukai wilayah marjinal hutan alam.

Persoalannya, di wilayah-wilayah perbatasan tadi justru banyak berlangsung aktivitas masyarakat.   Di wilayah perbatasan hutan alam dan wilayah marjinal ini, masyarakat juga ikut berburu babi hutan, beruk dan rusa, yang merupakan sumber makanan harimau Sumatra.  Bahkan masyarakat juga memasang jaring-jaring-untuk menjerat satwa makanan harimau Sumatra.  Sehingga, karena lapar,  harimau Sumatra kerap masuk kampung dan memangsa hewan ternak penduduk.

Dr Dian Novarina menerima Buku-Buku Kajian BPPT Tentang Remote Sensing & GIS Wilayah Kampar, Riau dari Dr Agustan, Pakar Penginderaan Jauh CTIS.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *