Memang, harimau adalah binatang yang disegani oleh manusia, bahkan di Sumatra diberi nama “Datuk”, atau di Jawa diberi nama “Simbah”. Oleh sebab itu, Dian merekomendasikan kiranya perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi tentang keberadaan harimau Sumatra dan cara-cara beradaptasi ketika beraktivitas di lokasi berisiko tinggi untuk mencegah terjadinya konflik.
Pihak pemerintah dan swasta wajib melindungi hewan mangsa harimau, seperti beruk, rusa dan babi hutan tadi, dari ancaman perburuan yang dilakukan oleh pekerja dan masyarakat dalam areal kerja perusahaan. Pasalnya konflik antara masyarakat dan harimau Sumatra pasti akan dimenangkan oleh masyarakat, sedang harimau-harimau akan semakin terdesak wilayahnya.
Perlu dipasang rambu-rambu atau papan peringatan pada lokasi-lokasi yang berisiko tinggi. Untuk jangka menengah dan jangka panjang, Dian Novarina merekomendasikan kiranya, dibawah koordinasi Pemerintah Pusat, menetapkan tata ruang di suatu wilayah, yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi dan kepentingan konservasi dapat dijalankan secara selaras.
Penetapan tata ruang wilayah tadi perlu pula dibarengi dengan inventarisasi jumlah harimau Sumatra yang masih ada, serta jumlah satwa mangsa untuk harimau harimau tadi. Hal ini dapat menjadikan rantai pakan harimau Sumatra terjaga dan secara bersamaan masyarakat bisa beraktivitas dan hidup berdampingan dengan harimau, tanpa konflik dan tanpa ada kerugian hewan ternak masyarakat yang dimangsa oleh harimau Sumatra.